pasti kalian juga tahu, bukan rangkaian makna yang telah terlipat rapih dalam lemari kenikmatan dalam mencerna butiran kata dalam barisan yang telah dilewati penglihatan ini. namun, bukan salah atau benar saat melahirkan pikiran yang selalu berputar mencari lubang alam bebas untuk terbang melintasi gugusan pemahaman.
disini, diantara tembok kasar berwarna kusam berwarna membosankan. berbentuk kotak kaku bersudut tajam dengan hiasan kosong. dibawah langit-langit yang murah bermakna panas dibawah hembusan sinarnya mentari kala siang melintasinya. diatas lantai yang dingin kotak-kotak keramik bersatu menjadi alas yang berhias biri-biri dan paru-paru basah aku berbaring menelusuri rimbunnya keinginan yang tak berujung.
enam bukan angka keberuntungan salah satu bangsa yang terkenal dihinggapi para nabi, bagiku ini sebagai suatu kemunduran. jauh harap saat tiba dikota yang bersuhu tinggi dan berdebu many oriented. pintu masih terbuka lebar seiring nafasku terasa kehangatannya.bosan ku arungi lipatan kertas strata dasar yang hanya diminta untuk mencari beberapa kertas berwarna saja. sebenarnya aku ingin pergi jauh menembus tebalnya barisan fatwa uang dan uang!
istilah ini kah yang diajarkan budaya bangsa yang santun dan penuh kasih sayang yang disegani beribu bangsa diseberang kekuasaannya? jika ia, kapan terpilihnya potongan kertas itu menjadi epnguasa norma dan adat ditanah ini? aku ingin bebas menggambar diriku diatas kanfas awan yang putih dan abadi.
bukan ku tak ingin makan kewajiban ku hidup namun jika masih bisa dengan ketenangan, mengapa harus turun menjilati kaki para tuan-tuan berdasi?
sayangnya disana, dibalik dinding milik orang tuaku, mereka bertanya-tanya yang berujung lupa. apalagi yang harus diminta jawabannya saat lama mengikatku disini. kapan ku bisa menyapa mereka dengan teriakan seraknya klakson dibawah kilapan cat pabrik entak jepang atau benua nyamuk pecinta darah saudaraku disini.
mama, aku ingin jadi aku. aku ingin bukan orang yang kau inginkanm, tapi aku ingin jadi orang yang kau banggakan mama. walau membawamu bukan dengan dengungan kapan terbang, tapi aku juga bisa membawamu walau tanpa antrian panjang menjemukan meski dengan uang. aku yakin satu saat nanti kau akan tersenyum dengan air mata kebanggaan bahwa kau pernah melihat anakmu mengenalkanmu pada kebahagiaan yang putih tanpa sikutan kata ego dan benturan kepentingan. setuju kan mah?
disini, diantara tembok kasar berwarna kusam berwarna membosankan. berbentuk kotak kaku bersudut tajam dengan hiasan kosong. dibawah langit-langit yang murah bermakna panas dibawah hembusan sinarnya mentari kala siang melintasinya. diatas lantai yang dingin kotak-kotak keramik bersatu menjadi alas yang berhias biri-biri dan paru-paru basah aku berbaring menelusuri rimbunnya keinginan yang tak berujung.
enam bukan angka keberuntungan salah satu bangsa yang terkenal dihinggapi para nabi, bagiku ini sebagai suatu kemunduran. jauh harap saat tiba dikota yang bersuhu tinggi dan berdebu many oriented. pintu masih terbuka lebar seiring nafasku terasa kehangatannya.bosan ku arungi lipatan kertas strata dasar yang hanya diminta untuk mencari beberapa kertas berwarna saja. sebenarnya aku ingin pergi jauh menembus tebalnya barisan fatwa uang dan uang!
istilah ini kah yang diajarkan budaya bangsa yang santun dan penuh kasih sayang yang disegani beribu bangsa diseberang kekuasaannya? jika ia, kapan terpilihnya potongan kertas itu menjadi epnguasa norma dan adat ditanah ini? aku ingin bebas menggambar diriku diatas kanfas awan yang putih dan abadi.
bukan ku tak ingin makan kewajiban ku hidup namun jika masih bisa dengan ketenangan, mengapa harus turun menjilati kaki para tuan-tuan berdasi?
sayangnya disana, dibalik dinding milik orang tuaku, mereka bertanya-tanya yang berujung lupa. apalagi yang harus diminta jawabannya saat lama mengikatku disini. kapan ku bisa menyapa mereka dengan teriakan seraknya klakson dibawah kilapan cat pabrik entak jepang atau benua nyamuk pecinta darah saudaraku disini.
mama, aku ingin jadi aku. aku ingin bukan orang yang kau inginkanm, tapi aku ingin jadi orang yang kau banggakan mama. walau membawamu bukan dengan dengungan kapan terbang, tapi aku juga bisa membawamu walau tanpa antrian panjang menjemukan meski dengan uang. aku yakin satu saat nanti kau akan tersenyum dengan air mata kebanggaan bahwa kau pernah melihat anakmu mengenalkanmu pada kebahagiaan yang putih tanpa sikutan kata ego dan benturan kepentingan. setuju kan mah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar